Sabrina, Fans Jung Woo
Bisa-bisanya dia membawa
Oppa dengan cara menyetirnya yang seperti itu. “Kejar terus!” teriakku. Aku
bahkan sudah tidak peduli pada rambutku keriting sebelah. “Kita harus
menyelamatkan Oppa!”
Alea Kei, Pengangguran
Oppa? Jung Woo? Jung Woo
penyanyi Korea itu?
Aku tahu Jung Woo, dia
pemeran utama Rain All Day, drama Korea yang sedang disiarkan di TV. Artis
Korea itu sebenarnya bisa saja menjadi idolaku kalau perannya di drama itu
bukan sebagai cowok egois. Aku juga bisa menyanyikan beberapa lagu Jung Woo
yang menjadi soundtrack-nya. Selain karena video klipnya sering muncul di TV,
kemarin aku juga menjadi usher (9) di acara meet & greet, juga konsernya.
Aku sempat melihatnya dari kursi VVIP paling depan, jadi aku cukup mengenal wajah
Jung Woo yang sebenarnya.
(9) Petugas yang mengantar
penonton ke tempat duduk sesuai tiketnya.
Hah … cewek-cewek tadi
pasti sudah gila. Cowok yang duduk di sampingku ini jelas-jelas bukan Jung Woo.
Baiklah, agak mirip memang. Dari rembesan cahaya pinggir jalan yang masuk ke
mobilku yang gelap aku bisa mengamati cowok yang memang posturnya mirip cowok
Korea. Wajahnya pun mirip Jung Woo. Tapi, kan mirip bukan berarti dia Jung Woo
dan perlu dikejar-kejar edan kayak tadi.
Mana mungkin Jung Woo
berkeliaran sendiri di malam seperti ini? Dengan kepala berbalut handuk pula.
Belum lagi, wajahnya berminyak. Mana mungkin Jung Woo nggak mampu beli kertas
wajah? Dan, perbedaan yang paling signifikan adalah kumis dan jenggotnya yang
berantakan. Kalaupun Jung Woo punya kumis dan jenggot, dia pasti jadi seksi,
bukan terlihat seperti om-om pedofil begini.
“Geunde, gejjokeun
nuguseyo? Jeoneun hamburo sarameul taewojuji anhgodeunyo. Geurigo, eodiro
garyeogo haseyo? Wae gapjagi nameui chareul thasigo, tto wae geu yeojadeuri
geujjokeul dwijjochasseoyo? (10)” tanyaku. Kalau dia benar Jung Woo, dia pasti
bisa jawab.
(10) Siapa kamu sebenarnya?
Aku nggak mau mengangkut orang sembarangan. Oh, dan mau ke mana? Kenapa kamu
tiba-tiba masuk mobilku dan kenapa cewek-cewek itu ngejar kamu?
“Neon jilmun manhi
haetteora (11),” jawabnya.
(11) Pertanyaan kamu banyak.
“Oke, satu-satu. Kamu ini
siapa?” tanyaku sambil menjaga kecepatan.
“Jung Woo,” katanya penuh
percaya diri.
“Maksudku dengan ‘nggak
mau ngangkut orang sembarangan’ bukan berarti kamu harus ngaku-ngaku jadi Jung
Woo.”
Alisnya bertaut menatapku,
“Kamu nggak percaya?”
“Ya jelas nggak percaya.
Kamu pikir aku nggak pernah ketemu Jung Woo, heh? Kemarin aku ini usher di
acara meet & greet dan konsernya, lho! Asal kamu tahu, aku minta tanda
tangan langsung dari Jung Woo dan kami foto bareng. Aku udah pernah ngeliat
Jung Woo dari dekat, aku hafal lekukan mukanya! Jadi, kamu jangan ngaku-ngaku Jung Woo.
Cewek-cewek itu mungkin bisa tertipu, tapi aku nggak!” kataku memberi
peringatan
“Oh, kamu usher acaraku?
Sugohasyeosseoyo (12).”
(12) terima kasih sudah bekerja keras.
“Aku tidak perlu terima
kasih darimu. Agensi sudah membayarku tepat waktu, itu sudah cukup. Aku mau
lihat KTP kamu! Buktikan kalau kamu memang Jung Woo!”
“KTP apa?”
“KTP! KTP! Identity card!”
“Oh, ada copy paspor.
Sebentar.” Cowok itu lalu merogoh kantong belakang celananya. Keningnya
berkerut, matanya bergerak-gerak panik, wajahnya tampak ketakutan. Jangan
sampai dia menangis di sini. Dia merogoh sebelah kanan, kiri, kantong depan.
Gerakannya mulai gelisah. Ah … dia pasti mengelak untuk memperlihatkan
identitasnya. “Dompet saya hilang!”
“Ha … ha … ha … alasan!
Kamu enggak bisa membuktikan kalau kamu Jung Woo, kan?”
“Aku Jung Woo!” pekiknya
hampir menangis.
Aktingnya lumayan bagus.
Harusnya dia masuk ke mobil Ram Punjabi, bukan mobilku.
“Ini lihat!” dia melepas
handuk yang ada di kepalanya. Rambutnya lepek berlepotan krim hijau
menjijikkan. Dia kemudian menarik sesuatu di dagunya. Terlepaslah jenggot
buatan dan kumisnya. Dia memang punya sudut rahang tegas tapi dagu yang lembut.
Matanya yang agak bulat bersinar cemerlang
seperti mata kelinci, sangat khas Jung Woo. Tapi tetap saja, dia bukan Jung
Woo.
“Kenyataan bahwa Jung Woo
tiba-tiba masuk sendiri ke mobilku terlalu manis untuk jadi kenyataan,” kataku.
“Mimpi dan kenyataan dua hal yang berbeda. Ketika kamu tidak tidur, lupakan
mimpi. Kamu tidak akan bisa jalan kalau kamu terus terpejam.” Pengalaman
membuatku mahir untuk membedakan mana kenyataan dan mana mimpi. Kalau memang
dia Jung Woo berarti aku sedang bermimpi. Kalau ini kenyataan, maka dia bukan
Jung Woo. Itu saja pilihannya.
“Mimpi dan kenyataan
memang dua hal yang berbeda, tapi mimpi membuatmu jadi nyata,” dia membalas
dengan yakin. “Kalau kamu tidak pernah bermimpi, maka kamu tidak akan pernah
hidup. Kamu bangun karena kamu pernah tidur.”
“Baiklah, Jung Woo,” aku
mengikuti permainannya. “Kenapa cewek-cewek itu mengejar kamu?”
“Karena mereka tahu aku
Jung Woo. Aku sudah menyamar dengan kumis, jenggot, kaca mata hitam dan topi.
Biasanya ini berhasil. Tapi, waktu di salon tadi aku harus melepas kacamata dan
topiku. Aku tidak menduga mereka mengenaliku.”
Wah … wah … wah … cowok
ini juga berbakat menulis skenario sinetron.
“Aku panik, lari.
Kebetulan mobilmu terbuka tadi, jadi aku ….” Kata-katanya terpotong oleh dering
ponsel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar