Dalam kebersamaan kita yang semu, kita menyadari bahwa
perpisahaan itu pasti terjadi. Kita tahu bagaimana sakitnya nanti, tapi kita
tak mampu melepas genggaman tangan yang sudah terlanjur erat. Tak mampu atau
tak mau... Kita tak sempat memikirkan itu. Kau bilang, selama tangan kita masih bergenggaman, tak ada hal
lain yang bisa merisaukanmu. Bukan tak ada, hanya kau yang tidak mau melihatnya
ada, sang waktu.
Kau genggam tanganku dan kauajakku berlari. Berlari
menghindari sang waktu. Namun, bagaimanapun,
waktu adalah pelari paling tangguh. Ia menangkap kita di suatu pagi yang cerah.
Begitu jelas kulihat kau terluka ketika waktu menyeretku pergi. Kau masih
menggenggamku erat, tetapi tak cukup kuat untuk bisa menghentikannya.
Aku resah, lelah, lalu aku menyerah.
Kurenggangkan genggaman tanganku perlahan, kau menatapku tak
percaya dengan penuh luka. Kusadari bahwa perpisahan bukanlah apa-apa. Melihatmu terluka, itu adalah luka yang sesungguhnya. Ketika genggaman tangan kita benar-benar terlepas, aku tak bisa
melihatmu lagi, sebab air mataku mengaburkan dirimu.
* Titien Watimena, script movie Hello Goodbye & Ayuwidya, novelisasi Hello Goodbye
image taken from http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSug7rVNmsG7MG6J0poWQokNxH_izSepsMQlLYrbNDWBrlarita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar